Senin, 12 Agustus 2019

HARUSKAH KEMBALI KE RANAH PUBLIK?

Sampai awal tahun 2014, saya masih tercatat sebagai PNS di salah satu lembaga penelitian pemerintah. Awal tahun 2014 juga merupakan saat yang bersejarah bagi saya. Ada 2 kejadian yang mengharu biru. Finally, saya bisa menyelesaikan jenjang master dan berhak atas gelar M.Biomed. Namun diwaktu yang hampir bersamaan, saya harus memutuskan, apakah kembali ke kota tempat saya bekerja atau tetap tinggal di Jakarta bersama keluarga kecil saya. Pilihan yang sangat sulit.

Sebenarnya saya sudah mengupayakan untuk bisa mutasi ke Jakarta sejak saya menikah pada tahun 2010. Tetapi selalu terbentur dengan peraturan-peraturan yang ada yang menghambat saya pindah. Sekolah S2 pun sebetulnya bukan keinginan saya sepenuhnya, tetapi lebih sebagai upaya untuk bisa bertahan tinggal di Jakarta. Hingga saat wisuda pun, ijin untuk bisa pindah belum juga keluar dari instansi tempat saya bekerja. Dari pihak kepegawaian menyarankan, yang penting saya kembali dulu ke kantor, sambil di urus proses mutasinya. Hmm..saya sendiri minta diyakinkan berapa lama proses itu akan berlangsung. Pihak kepegawaian ngga bisa menjawabnya. Dengan segala pengalaman masalah birokrasi di lingkungan PNS yang terkenal lama dan ngga jelas, ditambah dengan pertimbangan dari suami juga saya memutuskan resign dari PNS.

Apakah saya senang? Ntahlah sebuah rasa campur aduk dalam batin saya. Mengingat perjuangan yang tidak mudah ketika proses seleksi PNS dulu, sekitar ada 4 tahapan yang harus dilalui. Terlebih dari keluarga saya yang PNS minded. Dan juga disaat hampir semua orang berburu status sebagai PNS, justru saya harus melepaskannya. Hal-hal inilah yang membuat saya merasa berat untuk melepas status sebagai PNS. Tapi disisi lain ketika mengingat bahwa ketika saya jadi fulltime mother, maka saya bisa mengalokasikan waktu saya sepenuhnya buat anak saya yang saat itu berumur 3 tahun. Hal inilah yang memberikan senyuman dalam hari-hari saya berikutnya.

Perjalanan sebagai fulltime mother pun tidak terasa sampai di 2017. Yang berarti 3 tahun sudah saya tak ber-income selain dari suami. Sebagai wanita yang pada mulanya berpenghasilan, kemudian menjadi seorang istri dan ibu yang sepenuhnya bergantung pada suami, bukanlah hal mudah. Saya yang sejak sebelum bekerja pun jarang meminta tambahan uang saku sama orangtua. Sekarang harus benar-benar bergantung pada suami. Rasanya tidak nyaman juga. Selain itu, aktifitas full di rumah juga pada akhirnya membawa saya pada titik jenuh. Hal ini juga yang kemudian mendorong saya untuk bisa aktif lagi di luar aktifitas harian kerumahtanggaan. Selanjutnya saya pun meminta ijin sama suami untuk bisa menambah aktifitas di luar rumah. Bak gayung bersambut, suami yang sejatinya lebih menyenangi istrinya untuk tetap berkiprah di luar rumah, otomatis menyetujui permohonan saya.

Keinginannya untuk membuat saya menambah aktifitas di luar rumah kembali muncul ke permukaan, terutama keinginannya untuk membuat saya melanjutkan kembali sekolah formal. Perlu diketahui, one of the reasons why he choose me adalah bahwa saya bekerja dan berpendidikan. Maka tak segan dia untuk mendorong saya sekolah lagi bahkan meskipun dia yang harus menanggung biaya pendidikan saya. Dan selalu sejak saat S2, dia menjadi pelopor untuk melanjutkan sekolah duluan. Alasannya biar saya juga melakukan hal yang sama. Untuk kali ini keinginannya dan keinginanku kembali bersatu. Saya mulai mempersiapkan diri untuk apply S3 dan juga apply pekerjaan di beberapa perusahaan. Tak disangka setelah vakum 3 tahun dari dunia kerja, masih ada perusahaan yang mau menghire saya :D. Jadilah kembali saya ke dunia kerja. Kali ini adalah sebagai karyawan swasta. Dua bulan kemudian, saya pun diterima sebagai mahasiswa S3 di kampus negerti ternama di Jakarta dan Indonesia. Ya saya akan melanjutkan kembali pendidikan dikampus yang sama seperti S2 yaitu di FKUI. Kembali pilihan sulit menerpa saya. Apakah saya lanjut bekerja atau ngambil S3?

Enam bulan setelah pengumuman lulus sebagai mahasiswa S3, perkuliahan harus segera di mulai. Sementara umur pekerjaan saya baru sekitar 8 bulan. Pihak perusahaan menuntut saya full bekerja. Perusahaan hanya membutuhkan saya sebagai seorang master. Perusahaan tidak membutuhkan gelar Doktor yang akan saya tempuh. So, I have to decide. Kembali saya dihadapkan pada pilihan yang sulit. Awalnya saya keteteran memasuki dunia swasta. Di saat saya harus mengkondisikan anak-anak bahwa ibunya kembali bekerja, tuntutan pekerjaan begitu tinggi.  Memang gajinya besar dibandingkan dulu saya sebagai PNS, tapi tuntutan pekerjaan pun tinggi. Tidak jarang saya membawa kerjaan ke rumah. Babak belur juga pada mulanya. Tapi akhirnya saya sudah tahu ritmenya, dan anak-anak pun mulai memahami peran baru ibunya. Ketika saya mulai menikmati pekerjaan, saya harus memutuskan S3 nya diambil atau tidak.

Apapun keputusan yang saya ambil, saya selalu mengkomunikasikannya dengan suami. Setelah berdiskusi, dapat insight dari suami, keputusannnya adalah saya ambil S3 nya. Satu bulan pertama sebagai mahasiswa, saya masih bekerja. Tetapi bulan berikutnya saya tidak sanggup menjalani kedua peran tersebut. Terlebih anak-anak juga masih banyak membutuhkan perhatian saya. Dengan berat hati, status sebagai karyawan akhirnya saya lepaskan.

Hal apa yang sebenarnya membuat saya harus kembali ke ranah publik? Saya selalu terinspirasi dengan orang-orang yang melakukan sesuatu diatas rata-ratanya. Dulu dikala saya pernah patah hati dengan teman sekantor, saya mencari advice dari buku mengenai kisah orang-orang yang mengalami hal yang sama. Hampir semuanya menyarankan untuk memutus koneksi dengan sang mantan. Hmm..Kalau seperti itu berarti saya harus keluar kerja. Pikiran dan hati terdalam saya berkata "ih sayang bgt, masa gara-gara putus terus saya harus kehilangan pekerjaan juga". Saya pun bertekad bahwa saya harus punya nilai lebih dari kebanyakan orang pada umumnya. Apa yang harus saya lakukan? Saya harus tetap bertahan di tempat kerja dan saya tetap bisa melupakannya. Itulah nilai lebihnya. Finally berhasil dan malah ketemu dengan jodoh yang sebenarnya :D.

Lalu apa hubungannya dengan kembali ke ranah publik?? Hehe..maafkan ceritanya belok sedikit. Jadi saya dan juga atas dorongan suami, punya papndangan bahwa "seorang ibu yang full di rumah tanpa menambah beban dengan bekerja atau aktifitas lainnya kemudian dia sukses mendidik anak-anaknya, maka itu merupakan hal yang wajar karena waktunya full di rumah". Mohon maaf tidak bermaksud meremehkan peran ibu rumah tangga lho. Setelah 3 tahun full di rumah baru berasa kalau pekerjaan sebagai IRT itu begitu berat. Waktu kerjanya 24 jam dan ngga ada habisnya. Nah saya menchallenge diri saya sendiri bahwa saya harus menambah beban otak saya yaitu dengan menambah aktifitas diluar kerumahtanggan. Dan saya senangnya kalau tidak bekerja lagi di ranah publik, ya kembali ke dunia sekolah formal. Tujuan utamanya adalah agar otak saya selalu aktif. Bagaimanapun seorang ibu adalah pembawa peradaban dari rumah. Sehingga seorang ibu harus punya kapasitas untuk mentransfer peradaban tersebut pada anak-anaknya sebagai generasi penerus. Dia harus punya bekal dan bekal tersebut harus selalu di upgrade. Selain bermanfaat buat keluarga juga bermanfaat bagi sekitar. Itu sih pandangan sederhana saya kenapa saya ingin menambah aktifitas di ranah publik.

Lalu apakah study S3 saya berjalan lancar? Atau ada hal lain yang kembali membuat saya harus memilih? Tunggu kisah selanjutnya :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar